Telur unggas banyak sekali digunakan dalam berbagai macam hidangan dengan
rasa manis maupun gurih. Beberapa cara pemasakan telur yang paling sering
digunakan adalah orak-arik, goreng, rebus, omelet, ataupun bahan pembuat roti.
Tetapi tidak jarang yang mengkonsumsi telur tanpa proses pemasakan sama sekali.
Hal ini perlu diwaspadai, karena telur yang mentah rentan oleh bakteri salmonella, terutama bagi orang tua dan
wanita hamil. Protein yang bisa diserap oleh tubuh kita dari telur saat belum
dimasak sekita 51% sedangkan apabila sudah melalui pemasakan bisa mencapai 91%,
hampir dua kali lipat. Jadi lebih baik telur dikonsumsi setelah melalui proses
pemasakan terlebih dahulu.
Kuning telur sangat baik apabila digunakan sebagai emulsifier dan
pengental dalam karamel. Albumin atau putih telur mengandung banyak sekali
protein dan tidak mengandung lemak. Putih telur ini bisa digunakan bersama
ataupun terpisah dengan kuning telur, tergantung kebutuhan kita. Protein di
dalam putih apabila dikocok bisa menghasilkan busa dan membuat tekstur
makanan menjadi lembut, seperti beberapa
makanan penutup. Ada beberapa resep makanan yang menggunakan kulit telur yang
telah simpan beberapa saat di dalam tanh digunakan sebagai bahan tambahan makanan
agar makanan yang dihasilkan memiliki kandungan kalsium yang cukup tinggi.
Karena kandungan utama dari cangkang telur adalah kalsium. Meskipun beberapa
orang menganggap hal ini tidak lazim, karena pada umumnya cangkang telur
dibuang atau digunakan sebagai bahan untuk kerajinan tangan bukan untuk
dikonsumsi. Selain itu ada juga resep yang menggunakan telur ayam yang masih di
dalam tubuh induknya, jadi hanya bisa diambil saat induknya sudah disembelih.
Kandungan protein pada telur sangatlah tinggi, protein yang terdapat di
dalam putih dan kuning telur berbentuk seperti gel, pada suhu yang berbeda
bentuk gelnyapun juga akan berbeda. Kuning telur akan mulai memadat pada suhu
60o – 70oC dan putih telur akan memadat pada suhu 70o
– 80oC karena putih telur mengandung ovalbumin, meskipun saat proses
pemasakan yang pertama kali memadat adalah putih telur. Hal ini disebabkan
bagian telur yang bereaksi dulu adalah yang memiliki temperatur memadat lebih
tinggi.
Telur mata sapi
Bakteri salmonella yang
terdapat pada telur akan mati pada suhu 71oC. Pada pemanasan yang
lama dengan suhu 54,5oC, salmonella
sudah bisa mati. Agar benar-benar terbebas dari salmonella maka telur perlu dipasteurisasi dengan suhu 57oC
selama satu seperempat jam. Pada perebusan yang terlalu lama biasanya akan
muncul cincin berwarna kehijauan disekitar kuning telur, karena kandungan besi
dan belerang dalam telur. Penyebab lain munculnya cicncin kehijauan ini adalah
air rebusan yang mengandung besi. Dalam hal rasa, tentu saja tidak akan
berpengaruh, namun bisa membuat kualitas protein dari telur menjadi berkurang. Untuk
mencegah timbulnya cincin hijau ini setelah telur rebus matang segera dinginkan
dengan air dingin, selain mengurangi cincin hijau yang terbentuk juga
mempermudah kita saat mengupas telur.
Rasa telur ternyata sama sekali tidak dipengaruhi oleh makanan yang
dimakan oleh induk telur, tetapi sangat dipengaruhi oleh cara dan kondisi
peyimpanan. Selain itu, untuk mendapatkan cita rasa yang berbeda kita bisa
merendam telur dengan kecap, rempah-rempah tergantung rasa yang kita inginkan.
Penyimpanan telur yang benar selain mempengaruhi rasa juga sangat
mempengaruhi kualitas telur. Perlakuan yang salah terhadap telur dapat membuat
telur menjadi beracun karena tercemar bakteri salmonella. Disarankan, sebelum disimpan di dalam lemari es, telur
dicuci terlebih dahulu, kemudian cangkangnya dibersihkan dari
kutikula-kutikula, agar benar-benar terbebas dari bakteri salmonella. Jenis penyimpanan lainnya yaitu membiarkan telur tanpa
perlakuan apapun, tetapi syaratnya kita harus yakin kutikula telur sama sekali
tidak rusak, dengan begitu telur tidak perlu dimasukkan ke dalam lemari es. Hebatnya
di Inggris dikembangkan teknik imunisasi ayam terhadap salmonela sehingga telur ayam bisa bertahan hingga 21 hari.
Metode paling sederhana untuk mengawetkan telur yaitu dengan cara diberi
garam. Garam memiliki kemampuan untuk menarik air sehingga bakteri dan jamur
tidak bisa berkembang. Misalnya saja telur asin, dibuat dengan cara merendam
telur itik di dalam larutan garam, atau bisa juga dengan menempeli telur dengan
tanah liat yang diberi garam. Telur akan berhenti menyerap garam sekitar satu
bulan setelah keseimbangan osmotik telah tercapai. Kuning telur yang dihasilkan
berwarna kuning kemerahan dan putih telur tetap cair, kemudian direbus dan siap
disajikan.
Telur asin
Cara lain yang bisa diterapkan adalah membuat asinan telur, pertama-tama merebus telur dalam larutan
cuka, garam dan rempah-rempah, misalnya jahe, kayu manis, pala dan cengkeh.
Bisa juga dengan menambahkan larutan buah bit agar telur menjadi berwarna
merah. Pastikan semua telur terendam sempurna, dan rebus selama beberapa jam.
Jika perendaman dilakukan selama beberapa hari kuning telurpun bisa berubah
warna menjadi merah. Perendaman selama beberapa minggu akan cuka larut dalam cangkang
telur, sehingga mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur. Dengan metode
ini asinan telur bisa disimpan hingga satu tahun tanpa pendinginan.
Asinan telur
Telur yang bisa berusia ratusan tahun diawetkan dengan cara melapisi
telur menggunakan campuran tanah liat, abu kayu, garam, kapur dan jerami padi
selama beberapa minggu bahkan sampai beberapa bulan. Setelah proses ini
selesai, kuning telur berubah menjadi hijau, berbau amoniak, putih telurnya
menjadi berwarna coklat gelap. Proses ini membuat pH telur menjadi 9 – 12 atau
lebih, sehingga membuat terpecahnya beberapa molekul kompleks, misalnya saja
protein dan lemak dalam kuning telur menjadi lebih sederhana dan beraroma.
Keseluruhan proses ini sering disebut dengan fermentasi anorganik.
Telur ratusan tahun
Sumber: wiki.org